Senin, 22 Maret 2010
Merangkum kisah perjuangan Laswi
Selasa, 23 Maret 2010
Kami menonton film Bandung Lautan Api milik Bandung Heritage. Ada dua film, satu yang dibuat oleh Belanda sebagai propaganda kekejaman kaum pribumi dan satunya lagi dari Trans TV berdasarkan arsip nasional.
Menonton film yang dimaksud tujuannya untuk memastikan waktu acara pada saat pemutaran film esok (Rabu, 24/03/10).
Sepulang dari markas BH, kami kembali ke markas DU 65. Di sini saya dijebak oleh para perempuan-perempuan penghuni DU 65. Saya dijebak agar tidak pulang. Dan itu semua diperkuat dengan hujan deras yang mengguyur Bandung di malam hari.
Akhirnya saya menemani si Barbara menyelesaikan tugasnya untuk membuat bahan presentasi acara besok Rabu.
Rabu, 24 Maret 2010
Pukul lima pagi. Tidur sejenak si Barbara kebablasan. Bahan presentasi masih sedikit belum beres. Tapi masih ada waktu hingga pukul 12 nanti siang.
Riweuh-riweuh si Barbara muncul gara-gara foto nenek Tuti yang lupa ia simpan.
Saya malas mandi. Berhubung tidak pulang dan tidak bawa baju ganti, saya tetap pede dengan tampang kucel bin leudeuk.
Pukul 12 siang. Saya dengan Radix dan Shomiyatul Azizah berangkat menuju rumah nenek Tuti di Jalan Katabrata. Alamat rumah nenek pejuang satu ini sepertinya mengambil nama gadisnya, Katabrata. Sesudah menjemput nenek Tuti, kami melanjutkan perjalanan menuju rumah nenek Sartje di Jalan Intan Sadang Serang. Proses penjemputan lancar hingga akhirnya kami sampai lebih cepat daripada waktu perjalanan yang kami asumsikan.
Pukul 2 siang. Acara Rabu Belajar dimulai. Undangan Alhamdulillah banyak sekali. Di luar dari yang kami khawatirkan sebelumnya. Agni kebagian bercerita tentang apa itu Sahabat Kota, Barbara bercerita tentang rangkaian Rabu Belajar BLA yang sudah dilakukan minggu-minggu sebelumnya. Sedangkan saya sendiri, sedikit bercerita tentang apa itu LASWI. Maksudnya sih biar si nenek tidak harus cerita dari awal lagi.
Pukul 4 sore. Hujan sepertinya hendak turun. Tapi nggak jadi karena ada Ismail Agung yang tidak mandi hari itu. Hehehe (nggak mandi kok bangga). Diskusi dengan nenek Tuti dan nenek Sartje berlangsung seru. Meskipun usia mereka sudah lebih dari setengah abad, tapi jika memperhatikan pembicaraan keduanya yah ribut-ribut di antara mereka berdua tampak seperti anak-anak SMP. Yah hampir sama seperti anak SMP yang hadir sebagai tamu undangan Rabu Belajar.
Pukul 6 petang. Acara berjalan dengan lancar. Banyak kekhawatiran yang dapat terlewati dengan baik melalui spontanitas-spontanitas yang dilakukan selama acara berlangsung. Kami tak menduga bahwa acara yang awalnya tidak muluk-muluk dengan jumlah peserta yang alakadarnya ternyata disambut dengan liputan dari STV bersama Aang Teaaa…
numpang eksis ah…