Ada yang tau dengan yang namanya aleut? Atau ada yang tau dengan komunitas aleut. Baiklah tulisan dibawah ini adalah secuil jalan-jalan ku bersama teman- teman dari komunitas aleut.
Sebelum memulai membaca sebaiknya teman-teman mengambil nafas panjang karena tulisannya sungguh panjang sekali.
Pertama-tama apa itu aleut?
Sesuai dengan namanya, aleut yang berasal dari bahasa Sunda mempunyai makna yang berarti berjalan kaki bersama-sama alias ga sendirian. Jadi klo kamu lagi jalan kaki bersama beberapa tukang dagang pasar kaget gasibu itu artinya kamu sedang ikutan dagang. Hahaha, nggak nyambung ah. Intinya aleut itu jalan beriringan bersama-sama. Nantilah ditambahin lagi klo udah baca kitab besar bahasa sunda karangan pak Kunto.
Di minggu pagi yang cerah ini, teman-teman dari komunitas aleut ngasih undangan untuk ikut kegiatannya di chandra februari merayakan suasana imlek, dan valentine sambil ngaleut ke taman-taman kota peninggalan kolonial belanda dan juga beberapa bangunan bersejarah di sekitar taman.
Petualangan yang dimulai pukul 7 pagi bermula dari Taman Ganesha yang tepat berada di seberang kampus para pencetak insinyur bandung yaitu ITB. Seperti pelajaran sejarah memang. Karena selalu dikait-kaitkan dengan tahun didirikan dan siapa pembuatnya (untuk cerita lebih lengkap mengenai sejarah taman-taman sepertinya akan saya posting terpisah) tapi penyampaian yang dilakukan oleh teman-teman aleut yang kebanyakan dari jurusan Sejarah Unpad ini ga se-boring pelajaran sejarah yang biasa kita temui di sekolah. Soalnya banyak hal-hal unik yang disampaikan oleh teman-teman aleut baik ciri khas objek sekitar taman maupun dibalik cerita pembuatannya.
Taman Ganesha atau dulunya dikenal dengan nama Ijermanpark punya ikon patung yang gonta-ganti. Yang pertama adalah patung dada Ijerman, lalu diganti patung Ganesha, dan akhirnya patung Kubus. Nah klo taman ini dilihat dari angkasa, jalur taman ini akan berbentuk huruf “Y”.
Dari Taman Ganesha kami berlanjut ke kampus ITB, walaupun ga termasuk ke dalam taman kota, tapi kampus ITB termasuk salah satu ruang terbuka hijau yang terdapat di lingkungan civitas. Di sini Rizki dan kawan-kawannya menerangkan mengenai sejarah berdirinya ITB hingga konsep desain bangunannya yang mengambil filosofi kedaerahan. Oh gitu toh, tapi ternyata filosofi yang diambil bukan filosofinya Sunda doang, tapi mencakup seluruh Sunda Besar (sumatra juga termasuk).
Saya juga baru tahu bahwa ternyata bapak Boscha punya andil besar dalam pembangunan kampus ITB yang dulu punya ngaran THS (Technische Hoogeschool).
Setelah meninggalkan kampus ITB kami beranjak menuju Jalan Badak Singa. Komplek PDAM ini dulunya ternyata punya sejarah sebagai tempat latihan sepakbola yang kita kenal dengan sebutan GASIBU. Merasa familiar dengan nama tersebut? Yup, ternyata nama ini memang berkaitan dengan lapangan lari di depan gedung sate yang namanya juga GASIBU. Faktanya, selama ini saya salah mengartikan tentang pengertian dari GASIBU sendiri. Saya kira asal kata GASIBU berasal dari bahasa belanda gazeebo yang berarti semacam saung. Ow ow ow ternyata pengertian dari gazeebo itu sendiri adalah Gabungan Sepakbola Indonesia Bandung Utara.
What the… Jauh banget ya…
Sayangnya lapangan bola di PDAM sudah tidak ada lagi dan digantikan dengan kolam-kolam penampung air dan instalasi PDAM.
Perjalanan dilanjutkan menuju Balubur dan Plesiran. Balubur yang katanya adalah kampung tertua saat kota Bandung resmi dipindahkan dari Dayeuh Kolot merupakan rumah huni lainnya bapak bupati bandung saat itu yang merasa tidak betah tinggal di rumahnya di daerah Cipaganti. Sedangkan Plesiran dulunya ada sebuah situ atau danau yang sering digunakan oleh nyonya dan tuan meneer untuk sekedar bersantai alias “pelesir”. Namun sekarang danaunya?
Entahlah saya belum pernah lihat.
Masih di daerah situ juga, ada bangunan yang digunakan untuk rektor ITB, dan disebelahnya digunakan sebagai kebun pembibitan. Tempatnya memang sudah tidak ada lagi, yang tersisa hanya namanya saja Kebon Bibit.
Memasuki jembatan Cikapayang kami ditunjukkankepada salah satu bagian dari trotoar yaitu kanal. Saluran yang berfungsi untuk mengalirkan air ini bertujuan untuk menyuplai air ke taman-taman kota yang ada di Bandung bersumber dari sungai Cikapundung. Lebar kanal memang tidak seberapa luas, tapi pada perkembangannya kanal-kanal tersebut tidak berfungsi lagi saat ini. Hanya ada beberapa kanal yang masih berfungsi dengan baik di kota Bandung, salah satunya ada di Balaikota.
Bentuk kanal itu seperti beton setengah lingkaran. Bentuk seperti itu katanya bertujuan untuk mengurangi gaya gesek air dengan si beton. Hm, kok jadi fisika yah.
Dari Cikapayang kami lalu turun ke Taman Sari dan ditunjukkan rumah sang maestro arsitektur, rumahnya pak Schumaker. Katanya dia yang bikin-bikin desain arsitektur ITB.
Taman Surga, keren kan namanya. Taman yang berlokasi di Jalan Rangga Gading dan Ranggamalela ini disebut Taman Surga karena banyak junkie yang doyan teler di taman ini. Sekarang sih ganti nama jadi Taman Flexi. Maklum, si sponsor namanya terpampang jelas di tiang-tiang sudut taman. Yang jelas taman ini punya trackrecord yang lumayan buruk lah.
Lanjut jalan lagi ke perempatan Sultan Agung Tirtayasa. Tepatnya perempatan yang ada toko buah Total Segar. Di perempatan ini kita bakal ngelihat rumah-rumah yang saling berseberangan ternyata punya Arsitektur yang sama dan simetris. Jadi ceritanya tuh waktu jaman penjajahan dulu, perumahan di daerah itu proyek bikin rumahnya borongan. Dan ada kebijakan dari goverment waktu itu klo bikin rumah harus seperti yang diperintahkan. Hasilnya ya lumayan lah bisa dilihat saat ini. Namun sayang, dari empat rumah kembar kini tinggal dua yang tersisa dan bertahan.
Habis dari sana kami kemudian jalan lagi menuju suatu jalan yang namanya Gempol. Nama Gempol dikenal karena kupat tahunya yang masuk list kuliner kecap Bango. Sumpah, ini pertamakalinya saya menginjakkan kaki di jalan Gempol. Di sini teman-teman aleut mencoba menikmati sajian nikmat dari kupat tahu Gempol dengan harga 10 ribu. Wah kemahalan nih. Karena ga mau ikut-ikutan saya mencoba untuk icip roti yang juga ciri khas lain dari Jalan Gempol. Rotinya masih fresh dari oven dan hangat. Ditambah pula dengan desain interior yang bikin cozy untuk berlama-lama sambil menikmati segala macam hidangan roti yang tersedia. It’s fresh!
Dari Gempol kami tiba-tiba keluar di jalan Banda. Ternyata ada jalan tikus dengan satu gerbang sebagai akses jalan keluar-masuk dan dikenal dengan sebutan “brandgang”. Tujuan dibuatnya brandgang adalah sebagai jalan evakuasi jika terjadi kebakaran. Antisipasi yang sungguh luar biasa.
Oke masih lanjut..
Sekarang kami jalan kaki lagi menuju GOR Saparua. GOR yang selalu digunakan sebagai tempat konser death festival alias konser lagu-lagu cadas yang sulit dimengerti liriknya ini ternyata dulunya digunakan sebagai tempat latihan militer. Nah di seberang lapangan ada sebuah gereja Albanus yang dulunya digunakan sebagai tempat perkumpulan teosofis (hasil ralat,red). Sekarang sih jadi tempat kursus bahasa belanda. Bapak pendeta yang tinggal disebelahnya menghampiri kami dan sedikit berbagi cerita tentang sejarah gereja Albanus yang punya tag Geredja Katholik Bebas.
Masih di sekitaran saparua tepatnya di jalan Aceh. Kami dipertunjukkan dengan sebuah seni pornografi yang luput dari pandangan mata bila hanya melihat pemandangan sekilas saja. Kami duduk sejenak di seberang bangunan yang punya nama Jaarbeurs yang punya arti pasar tahunan alias bursa dagang tahunan. Didepannya memang ada patung Ganesha dengan belalainya yang panjang. Ternyata patung tersebut sukses mengalihkan perhatian kami semua karena ternyata di bagian atas gedung ada tiga buah belalai lengkap dengan bijinya dipertontonkan sambil tertunduk.
Di gedung Jaarbeurs ini jika kita perhatikan dengan seksama, di atas gedungnya terdapat tiga patung Torso yang dengan gagahnya mempertontonkan barang kepunyaan mereka yang lebih pendek dibanding punya si Gajah. Nice shows Guys!!
Sambil melanjutkan perjalan menuju Taman Bali SMAN 5 kami melewati Taman Maluku yang kini forbiden to entry. Meskipun penampilannya tampak semakin bagus, namun sayang tidak bisa dinikmati sebagai fasilitas publik.
Taman Bali, lokasi terakhir perjalanan kami. Di seberang taman ini terdapat kolam renang yang dulunya cukup rasis. Katanya sebelum tahun 1925 kolam renang ini hanya boleh dimasuki oleh orang kulit putih saja, serta di pasang peraturan “verboden voor honden en inlander”, yang artinya kurang lebih berarti “anjing dan pribumi dilarang masuk”.
Ho ho, emangnya anjing bisa baca meneer?
Perjalanan yang melelahkan bukan? Pasti bacanya cape ya…
Rangkaian perjalanan kami akhirnya ditutup dengan diskusi dan kesan-pesan selama nga-aleut. Banyak kesan yang bisa kami peroleh, dan banyak pula pengetahuan sejarah serta hal-hal baru yang kami ketahui. Teman-teman aleut telah memberikan sebuah pelajaran Sejarah yang tidak membosankan. Cara unik untuk belajar sejarah.
Thanks teman-teman aleut.
Wah mantep euy tulisannya, ditag in ke Aleut di FB yah kalau boleh..
Kalo diliat2 pasti sudah expert ya dalam tulis menulis.. enak banget alurnya.. ehhe
sekedar ralat aja, kalo di Aleut mah yang anak sejarah Unpad nya tinggal sisa 1 orang aja, yaitu Budi, sisanya mah bukan, hanya saja punya minat ke sejarah.. oh iya kalo yang arsitek tea nulisnya Schoemaker..
oh iya Agung, kalo boleh post ini saya repost di wordpress dan multiply aleut boleh?
Pengalaman menulis ah nggak juga… Belajar nulis ini teh. Silakan jangan sungkan-sungkan di repost. Justru tulisan ini saya persembahkan buat temen-temen aleut yang sudah berbagi pengalaman seru buat saya. Klo bisa ditambahin fotonya, saya belum sempat unggah. Thanks juga atas ralatnya. Untuk jalan-jalan berikutnya, diantos.
Ralat dikit, tapi ini penting, Albanus gak punya hubungan dengan freemason, melainkan dlunya jadi tempat perkumpulan teosofi. Markas freemason ada di lokasi yg sekarang masjid al ukhuwah,,,
Untuk lebih jelasnya coba baca tulisan ini
http://aleut.wordpress.com/category/bandungs-lost-symbol/
dua-duanya juga Loge gung..
Thanks lagi atas ralat-nya. Belajar sejarah emang nggak boleh asal-asalan. Salah dengar bisa salah persepsi, bisa-bisa nggak nyambung. Hehehe. Secepatnya saya perbaiki.
baRu tau ada komunitas aleut….
kalo ke bandung pengen ikut wisata kota tua, apa perkumpulan ini sering mengadakan tur?
mohon info’Y….
terimakasih
komunitas ini juga mengadakan tur-tur yang ada di sekitar kota bandung. untuk info lebih jelas bisa berkunjung ke blognya (link ada di sidebar). atau add facebook-nya “komunitas aleut”
Salam kenal mas Ismail, saya sangat tertarik untuk sharing tentang kota bandung bersama komunitas aleut, mungkin kita bisa ketemu untuk sekedar sharing, terimakasih
Terima kasih atas ajakannya untuk sharing. Sayangnya, saya sedang tidak di Bandung nih. Mungkin bisa kontak langsung teman-teman dari Komunitas Aleut (via fb atau blog).
Semoga mereka berkenan untuk sharing bersama 🙂