Nyanyian Sendu Dari Garut Selatan

owa jawa sancang

Sepulang dari utara Pekalongan, saya kemudian beranjak ke selatan Garut. Tujuan saya kali ini adalah Sancang. Sebuah desa di kecamatan Cibalong, Garut Selatan. Butuh sekitar 8 jam perjalanan dari kota Bandung untuk sampai hingga ke sana.

Sancang bukan tempat baru buat saya. Empat tahun lalu saya pernah menghabiskan waktu selama kurang lebih enam bulan di sana. Sancang adalah awalan yang membuka luas kesempatan bagi saya menjelajahi negeri untuk mengejar primata. Tuah Sancang yang identik dengan kisah Prabu Siliwangi sepertinya lebih mujarab saya dapatkan ketimbang para peziarah yang hilir mudik di malam jumat kliwon.

Di kesempatan kali ini, saya kembali ke Sancang untuk sedikit membantu penelitian pendataan populasi owa jawa yang dilakukan oleh Nick Malone. Tujuan utamanya tentu saja jalan jalan dan bersilaturahmi dengan warga yang saya kenal.

Pendataan populasi owa di Sancang bukanlah hal baru buat Nick. Lebih dari satu dasawarsa lalu Nick memulai penelitiannya di Sancang. Setelah itu mungkin ada setiap 4 tahun sekali dia mampir ke Indonesia untuk membaharui data yang sudah sudah. Dan data populasi terakhir adalah 4 tahun lalu ketika saya meng-asisten-i Melissa, peneliti dari Amerika.

Ketika saya tiba di Sancang, Nick dan kawan kawan sudah menghabiskan waktu selama 10 hari lebih berkeliling di dalam hutan mencari owa owa. Sedikit berkeluh kesah, Nick bercerita kalau owa owa di Sancang sekarang sulit ditemukan. Owa yang biasanya mudah ditemukan di jalur tangga, pinggiran sungai Cipangisikan, dan air terjun Cikajayaan seperti menghilang. Pembaharuan data populasipun menemui hambatan karena jumlah pertemuan dengan owa sangat jarang terjadi. Pun saat Nick menemukan owa, jaraknya terlalu jauh sehingga sulit untuk mendata detail komposisi kelompok.

Sulitnya menemukan owa di Sancang mungkin ditenggarai oleh kondisi musim kemarau. Pohon pohon meranggas, tak ada buah. Kehadiran owa justru berbanding terbalik dengan kehadiran lutung, surili dan macaca. Mereka justru lebih mudah ditemukan. Padahal dulu, pertemuan dengan mereka lebih sangat sangat jarang sekali. Para monyet sepertinya tidak terpengaruh oleh kondisi musim kemarau. Dedaunan masih cukup sebagai sumber pakan mereka.

Nick sedikit berharap bahwa kehadiran saya di sana setidaknya membuka keberuntungan untuk bisa bertemu dengan owa.

Pagi pertama di Sancang, saya turun jam lima pagi menemani mahasiswi bimbingan Nick yaitu Kathryn yang bersemangat sekali untuk bisa menemukan owa. Kesempatan untuk gelap gelapan berduaan dengan bule dari Selandia Baru yang katanya baru lulus S2. Lumayan.

_SAM5987

Harapan Nick ternyata terwujud. Insting saya terhadap suara air yang jatuh dari pepohonan meyakinkan saya akan keberadaan owa di atas pohon. Begitu cahaya matahari mulai menyeruak, barulah terlihat jelas owa owa yang memulai aktivitas pagi. Saya ingat benar dengan grup yang saya temukan ini, mereka adalah Tono dan Tini dari grup B. Terakhir kali saya mengamati mereka, Tini kehilangan anaknya Udin yang usianya sekitar 2 tahun. Kini mereka memiliki anak lagi yang kira kira usianya mungkin satu tahun lebih.

Apa yang dikatakan Nick soal keberadaan owa yang sulit diamati memang benar. Grup B yang biasanya lebih santai terhadap kehadiran orang, kini lebih sensitif saat diikuti. Mereka cenderung menghindar dan menjauhi orang orang yang mengamatinya. Sepertinya mereka lupa dengan saya, pemuda ganteng yang dulu setia mengikuti mereka.

Berita menyedihkan justru datang dari grup A yang hanya dihuni oleh seekor saja, yaitu Amelia. Amelia tak ada lagi di sana. Suara kesepiannya benar benar hilang ditelan bumi. Tak ada lagi Amelia yang bernyanyi di ujung hutan menghadap laut. Kemungkinan terburuk tentu saja dia mati akibat terlalu lama sendiri.

Di hari berikutnya, saya berusaha mencari grup D yang berada tepat di seberang sungai dari posisi Amelia. Sehari sebelumnya saya mendengarkan grup D yang memberikan respon terhadap suara panggilan dari grup B. Diperkirakan ada dua betina yang bernyanyi, namun bisa saja salah. Balasan suara dari grup D memang tidak begitu jelas memang, suara angin, suara laut, suara dedaunan menyamarkan berapa banyak suara yang bernyanyi.

Saya kemudian menunggu mereka di punggungan dimana mereka biasa beraktivitas. Saya ingat, dulu seringkali mereka lewat ke lokasi tersebut. Bahkan saya sempat merekam aktivitas mereka saat bernyanyi. Waktu itu jumlah anggota grup D terdiri dari 3 ekor owa dewasa (1 jantan, 2 betina), sedangkan kini jumlah mereka masih tetap menjadi misteri. Hingga jam makan siang, tanda tanda keberadaan mereka sepertinya tidak akan mampir ke lokasi tersebut. Bahkan suara pagi pun tak ada. Hari ini mereka lebih senang untuk menyepi dari keramaian.

Setengah kesal, saya memutuskan untuk turun dan kembali ke pos. Sesampainya di area air terjun Cikajayaan, owa dari grup C ternyata sedang bersenang senang menikmati makan siang di sana. Sebuah kebetulan yang mengubah suasana.

Ada mungkin satu jam lamanya kami mengamati pergerakan grup C. Dari hasil pengamatan tersebut, grup C yang dulu dihuni oleh Cika (betina remaja), Jay (jantan dewasa), Anna (betina dewasa), dan Wana (infant) ternyata komposisinya sudah berubah. Wana yang dulu masih bayi sekarang sudah berusia remaja dan berkelamin betina, Cika sudah tak ditemukan dimana keberadaannya, Anna ternyata memiliki anak lagi (diperkirakan usianya setahun), dan Jay… dia juga menghilang.

Ketiadaan Jay menjadi tanda tanya besar. Apa kiranya sebab dia menghilang.

Kebersamaan dengan grup C menjadi penutup hari di Leuweung Sancang waktu itu. Esok, saya, Nick dan kawan kawan akan bertolak kembali ke Bandung. Dua minggu di Sancang sebenarnya masih kurang untuk data Nick, tapi 2 hari terakhir ini setidaknya sudah lebih dari cukup untuk mengetahui kondisi terkini dari owa sancang.

Mungkin bukan sebuah kabar gembira untuk mengetahui kondisi terkini dari owa owa di Sancang. Mengingat komposisi owa di sana yang di dominasi oleh jumlah betina yang berlebih, tentu saja ini akan menjadi kekhawatiran bahwa regenerasi mereka akan mandek di suatu masa. Upaya restorasi habitat, maupun reintroduksi sepertinya akan menjadi suatu pilihan untuk melestarikan mereka di alamnya. Semoga saja.

IMG_20150920_121046 IMG_20150920_073331
IMG_20150920_150155 IMG_20150920_153152

Basic Training for Wildlife Photography (2007)

basic training for wildlife photography 4

Baru inget, ternyata dulu saya pernah jadi bagian dari perhelatan belajar memotret satwa di alam.

Pada kegiatan ini kami mengundang Bang Caca (Riza Malon) yang sudah kesohor sebagai fotografer satwa liar untuk menjadi pemateri inti.

Waktu itu saya ambil bagian sebagai panitia acara. Meski begitu, ilmunya lumayan dapat lah sedikit-sedikit mah. Walaupun saat itu belum punya kamera sendiri. Untuk hasil jepretan saya pribadi, saat ini bisa dilihat di blog satu ini. Owa Jawa.

Nggak bagus-bagus amat. Tapi lumayan aja :p

Oh ya, apa kabar peserta BTfWP 2007?

basic training for wildlife photography 6 basic training for wildlife photography 8basic training for wildlife photography 2
©BTfWP 2007

Kabar dari Sancang

Beberapa minggu yang lalu saya mendapat kabar dari kawan-kawan di Sancang (Garut Selatan) tentang Owa yang dulu pernah kami ikuti untuk diteliti. Kabar baik tersebut datang dari grup B yang terdiri dari Tono dan Tini.

Setelah satu tahun berlalu, Tini akhirnya memiliki anak lagi. Seekor bayi owa yang sedang masa lucu-lucunya. Kawan-kawan di Sancang memberinya nama “Awing”, yang punya arti ngagawing alias menempel di perut induknya. Seperti foto di bawah ini.

Kelahiran Awing untuk Tini memang bukanlah yang pertama. Berdasarkan catatan pengamatan yang sudah-sudah, diperkirakan bahwa bayi yang sekarang adalah anak kedua yang Tini lahirkan selama rentang masa hidupnya.

Lalu bagaimana dengan anak pertama Tini?

Dulu (sebelum November 2010), Tini dan Tono pernah memiliki anak. Kami memberinya nama Udin. Sayangnya, sebelum Udin menginjak masa remaja, dia tiba-tiba raib entah kemana. Berbagai spekulasi pun muncul mengenai hilangnya Udin. Dari semua spekulasi itu, kami menyimpulkan bahwa Udin hilang dimangsa oleh predator.

Klik di sini untuk membaca kisah Udin.

Berita Awing seakan menjadi penutup luka tentang Udin. Namun, lebih dari sekedar cerita Udin, kehadiran Awing justru memberi harapan baru bagi kami. Harapan akan kelestarian Owa Jawa yang ada di Sancang.

Harapan bahwa Awing bisa meneruskan generasi Owa Jawa Sancang hingga berpuluh-puluh tahun ke depan. Semoga.

-untuk Awing dan Udin-

Terima kasih kepada Muhammad Taufik atas fotonya 🙂

Jay, Si Owa Jawa dari Leuweung Sancang

Udah lama banget rasanya file ini nangkring di harddisk. Dan akhirnya, dia bisa muncul juga untuk menyapa dunia. Itu juga setelah bantuan teman.

Terima kasih kepada Bung Wawan Tarniwan yang sudah menyediakan waktunya untuk mengunggah video ini. Mudah-mudah video ini bisa segera tayang di tipi. Yeeeeeha.

Biar lebih akrab, saya perkenalkan.
Namanya Jay, jenis kelamin Jantan. Suami dari Ann dan ayah dari Cika dan Wana. Saat ini masih tinggal dan bertahan hidup di Leuweung Sancang, Garut Selatan.

Kondisi habitat yang kritis menjadi salah satu ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup para Owa yang tinggal di Leuweung Sancang. Hutan sebagai habitatnya sudah terfragmen (terpisah-pisah) sehingga mengakibatkan area jelajahnya menyempit serta tumpang tindih dengan kelompok Owa lainnya.

Rantai regenenerasi pun akhirnya akan terputus karena Owa akan kesulitan untuk mengembangkan kelompoknya ataupun dipersatukan dengan kelompok Owa lainnya. Ditambah lagi, Owa Jawa yang berada di Leuweung Sancang adalah sebuah keunikan tersendiri. Mereka adalah Owa yang masih bertahan, hidup di dataran rendah.

Selamatkan Leuweung Sancang, Selamatkan Owa Jawa.