Mengkombinasikan warna dan mewarnai sesuai warna aslinya itu ternyata sulit.
Tag: owa
Owa Owa Owa dan Owa Lagi (Pencarian Yang Masih Dipertanyakan)
Jauh-jauh saya terbang ke Kalimantan, eh malah berurusan lagi sama yang namanya Owa (Hylobates sp.). Belum juga beres sama pengamatan Owa Jawa (Hylobates moloch) yang di Leuweung Sancang, sekarang malah disibukkan lagi dengan pengamatan Owa yang ada di Kalimantan. Mungkin udah jodoh saya bertemu, berkolaborasi dan berkoordinasi sama peneliti yang suka Primata.
Sedikit cerita tentang Owa yang ada di lokasi penelitian yaitu Ungko. Pada awalnya Owa jenis ini termasuk ke dalam anak ras dari jenis Hylobates agilis albibarbis. Namun sekarang, berdasarkan hasil penelitian entah -saya belum kenal-, jenis Owa ini dimasukkan ke dalam jenis tersendiri yaitu Hylobates albibarbis.
Lucunya, di buku panduan mammalia yang saya pegang, yaitu buku panduan Mammalia di Kalimantan keluaran dari LIPI, jenis Owa Ungko ini malah tidak ada gambarnya. Buku hanya menjelaskan bahwa owa tersebut mirip dengan Owa Kalawat (Hylobates muellerri). Disebut mirip karena mereka memang Owa, tapi secara fisik dan pola suara jelas beda.
Dari hasil pengamatan selama di jalur transek pun saya masih sedikit bingung dan penasaran, karena Owa Ungko yang saya temui beberapa ada yang mirip dengan apa yang buku panduan deskripsikan yaitu berbulu warna coklat tua. Sedangkan bentuk lain yang saya temui berwarna lebih gelap (kelabu). Setelah saya diskusikan bersama peneliti utama, dia menjawabnya tak usah dihiraukan karena H. albibarbis memang memiliki variasi warna. Heum… jadi makin penasaran.
Yang lebih bikin penasaran lagi adalah tujuan utama dari pengamatan Owa ini antara lain mencari tahu jenis Owa yang sampai saat masih dipertanyakan keberadaannya.
Lagi-lagi menurut buku panduan, disitu tertulis bahwa pernah ada laporan mengenai persilangan dari kedua jenis Owa Kalimantan yaitu H. muellerri dan H. a. albibarbis yang (ket: H adalah Hylobates, bukan Haji) terjadi di Hulu Sungai Barito sampai bagian utara Muara Joloi.
Persilangan tersebut juga malah diperkuat dengan cerita nenek moyang yang diungkapkan oleh Bapak Aspor. Beliau bercerita bahwa dahulu kala, Owa-owa Kalimantan berasal dari satu tempat yaitu dari daerah barat. Tiba-tiba, beberapa dari Owa tersebut berpindah ke arah timur dengan menggunakan perahu. Malangnya, perahu yang mereka gunakan mengalami kebocoran sehingga hampir karam. Untung saja Owa-owa yang di perahu tersebut selamat. Namun akibat kejadian tersebut, Owa yang pindah memiliki bunyi yang hampir sama dengan perahu yang hampir karam tadi, yaitu suara kemasukan air, bluk…bluk….bluk…
Nah kebetulan, jenis Owa yang diduga persilangan tersebut memiliki bunyi yang sama seperti apa yang diungkapkan oleh Pak Aspor yaitu bluk.. bluk… bluk. Dan itu menjadi fokus utama pengamatan Owa saat ini.
Mudah-mudahan saja kami bisa mendengarkan suara nyanyian bluk… bluk… bluk…
Mengejar Owa Di Pagi Buta (Pengamatan Triangulasi Owa)
~Catutan hari ke 29~
Dua hari panas dibalas hujan geledek semalam.
Saking derasnya, sampai-sampai rencana untuk pengamatan triangulasi Owa waktu subuh terpaksa dibatalkan karena cuaca masih menyisakan sedikit rintik hujan. Untuk pengamatan triangulasi Owa, kita emang ga tanggung-tanggung berangkat di pagi buta. Jam 4 subuh kami berangkat menuju Listening Site.
Menuju lokasi Listening Site pun harus kamu tempuh dengan menggunakan perahu sekitar 15 menit perjalanan. Itu juga waktu tempuh pada siang hari. Menjalankan perahu di malam atau kegelapan butuh kewaspadaan cukup tinggi. Ga mudah, karena Sungai Mohot (nama sungai tempat lokasi penelitian) dipenuhi dengan batang, ranting pepohonan besar yang hanyut dan tersangkut. Belum lagi riam-riam (batu cadas) yang lebih membahayakan jika tertabrak perahu.
Jadi, saat menjalankan perahu dalam kegelapan dibutuhkan waktu 2 kali lipat dari waktu normal di siang hari.
Pengamatan triangulasi sebenarnya ga terlalu cape-cape amat. Setidaknya lebih ringan dibandingkan pengamatan di jalur transek sepanjang 2 km. Kami hanya tinggal duduk, mendengarkan suara-suara Owa yang bernyanyi menyambut hari, serta mencatat sudut asal suara berasal. Nyantai sih, tapi klo semua Owa sudah pada bunyi jadinya malah ribet. Buku catatan, jam tangan, pensil, kompas, semuanya jadi berantakan.
Berhubung pengamatan triangulasi untuk hari ini dibatalkan, entah mau ngapain :p. Mungkin harus cuci celana dalam, biar ga hujan deras lagi.
Selamat Tahun Baru dari Hutan Rimba Kalimantan
Selamat Tahun Baru Masehi 2011..
Menjalani hari yang kedua puluh di hutan rimba Kalimantan, rasa-rasanya ya terasa melelahkan. Rutinitas harian kurang lebih ya berjalan kaki sejauh 5000 meter, melongo kiri kanan, lihat satwa yang lewat, tidur, makan, buang air besar, buang air kecil dan cuci piring, curhat pria.
Yah namanya juga manusia, begitulah hidup.
Di minggu yang ketiga ini cuaca mulai sering mendung. Padahal kita banyak dikejar waktu.
Setiap hari jadwal penuh dengan mengejar jalur transek, bukan si satwanya. Kadang ini bikin bete karena seringkali situasi dan kondisi tidak sesuai dengan metode yang tercantum di buku. Bisa dimaklumi sih, karena bagaimana pun juga ini adalah ekspedisi yang pertama kali, sehingga banyak hal-hal yang ibaratnya “Mari kita lihat dan Coba”.
Dan untuk hari ini, saya meliburkan diri sejenak. Selain karena cape, kebetulan juga hujan besar melanda sejak tadi malam. Dan lebih gilanya, semalam beberapa orang maksain untuk pengamatan amfibi di tengah hujan lebat. Walhasil, paginya ngaringkuk di kasur dengan data kosong hasil perjalanan malam.
Mari kita lihat dan coba…
Untuk minggu-minggu ke depan, sepertinya tugas jalan-jalan di sepanjang jalur transek akan segera berakhir (khusus untuk tim Mammal). Uhuy (dipopulerkan oleh Komeng)… dan digantikan dengan penelitian mendengarkan suara Owa yang sedang bernyanyi dari jam empat subuh sampe jam 12 siang (dari sini kayaknya lagu Bang Rhoma yang “Lari Pagi” bakal sering terdengar). Tugasnya lumayan cukup padat yaitu mencatat setiap lima menit sekali, apakah ada Owa yang sedang bernyanyi atau tidak.
Meskipun jadwal berikutnya “agak” lebih ringan tapi bukan berarti saya puas. Masih besar rasa penasaran saya untuk bisa menemukan jenis-jenis satwa Mammal lainnya, semisal Trenggiling, Binturong, ataupun Tarsius. Mudah-mudahan saja di sisa dua jalur transek esok dan lusa bisa menemukan jenis-jenis baru.
Oh ya, kemarin untuk pertama kalinya saya bisa lihat Kijang (Muntiacus ather..-lupalagi-) langsung dari hutannya. Lucu juga lihat dia berlari, loncat-loncat kayak orang kegirangan. Untung aja mobil Kijang jalannya ga kayak gitu.
Dan untuk tugas mendengarkan suara Owa, semoga saja saya bisa mendengarkan jenis Owa baru alias jenis Owa yang ditenggarai sebagai jenis percampuran dari Hylobates muellerri dan Hylobates albibarbus. Kami menyebutnya sebagai Owa Hybrid.
Mari kita dengar dan lihat…
Sebagai penutup, Selamat Tahun Baru Masehi Dua Ribu Sebelas. 26 Desember 2012 masih 2 tahun lagi.
(from Ung) Selamat Natal dari Hutan Rimba
Selamat Natal bagi yang merayakan. Bagi yang tidak, semoga selamat setiap hari.
Ga nyangka sekarang udah memasuki hari yang kelima belas bersama rekan-rekan Heart of Borneo.Penelitian juga udah mulai berjalan. Meskipun agak-agak kurang lancar karena satu dan lain hal, sehingga perencanaan sebelumnya harus di re-schedule lagi.
Hal yang paling ribet sebenernya adalah masalah makan. Harap dimaklum aja, orang Indonesia kan punya selera dan jam makan yang berbeda sama orang Inggris. Klo di kita kan tiga hari sekali selalu makan berat, nah mereka paling makan berat hanya makan malam aja.
Otomatis perut orang Indonesia ga bisa terima gaya hidup semacam itu, misal makan mie instan di siang bolong. Sampai beberapa kali diskusi, urusan perut masih saja try and error.
Ga hanya perutnya tapi juga dapurnya. Beberapa kali dapur dibiarkan dalam kondisi yang berantakan. Cucian yang numpuk, sisa makanan, tenda yang mau rubuh, bahkan semut-semut nakal yang berbaris antri mengambil jatah sisa.
Ditambah lagi dengan urusan para pemandu yang kebosanan berdiam diri tinggal di base camp. Semuanya tampak malah kepengen ikut kelapangan. Pengen ada kegiatan di lapangan. Pengen belajar sesuatu di lapangan. Pengen menemukan sesuatu di lapangan. Kembali ke point utama, jadwal sedang di re-schedule.
Untungnya, sampai saat ini penelitian khusus mammalia cukup berjalan dengan baik. Hampir setiap hari kurang lebih saya berjalan 4 Km menyusuri jalur transek penelitian. Yah, namanya juga metode penelitian, mau ga mau musti dilakuin. Tapi rasa capenya lumayan terbayar lah.
Dari sekian kali menyusuri jalur transek beberapa jenis satwa sudah saya temukan, diantaranya yaitu primata (Presbytis frontata, Presbytis rubicunda, Hylobates albibarbus), Tupai (Ratufa sp.)dan juga Beruang Madu (Helarctos malayanus). sedangkan yang lainnya seperti Kijang dan Kancil cuman nemu jejaknya doang. Mungkin belum sempet aja karena mereka terlalu sensitif sama suara.
Berikutnya, mudah-mudahan aja bisa lihat mammalia malam semacam Kukang, Musang, Tarsius atau mungkin jenis-jenis Kucing Liar. Tapi sayangnya, Lara (peneliti utama Mammalia) malah mempercayakan penelitian Mammalia Diurnal (siang) kepada saya sedangkan dia fokus di penelitian Mammalia Nocturnal (malam). Klo ga cape-cape amat mungkin saya masih bisa ikut jalan malam.
Perayaan Natal di sini juga lumayan cukup meriah. Walaupun di tengah hutan rimba, bule-bule ini ga mau ketinggalan pesta. Tiga ekor ayam kampung kami sembelih sebagai sajian untuk makan-makan. Saking ingin terkesan mewah, untuk masak ayam aja butuh waktu sekitar seharian dan menghabiskan stok kayu bakar untuk seminggu. Udah gitu si ayam di oven di dalam panci yang dikubur sama batu-batu kali yang sebelumnya dipanaskan. Bener-bener ribet dah. Dan hasilnya, si ayam tetep aja dagingnya alot.
Di tengah acara hiruk pikuk memasak, mereka masih sempet-sempetnya bikin film pendek tentang Santa Claus. Nah yang ini lumayan gila, karena si Dale mau-maunya pake kostum celana dalam Loreng (alias belang-belang macan) lari-lari dikejar Santa sampe nyemplung ke sungai. Mungkin filmnya bisa dilihat di situs resmi www.heartofborneo.org .
Hal yang paling menyenangkan adalah waktu ikut Pak Aspor (kepala pemandu) mancing. Sambil naik Cis (perahu kecil bermesin) kami jalan menyusuri sungai ke arah hulu dan memasang jala. Serunya bukan saat pasang jala, tapi perjalananan susur sungainya. Banyak pemandangan yang mengagumkan dan dinikmati. Tentunya sambil pengamatan, siapa tahu nemu satwa yang unik.
Hari-hari ke depan, semoga saja bisa mengamati si Owa lebih baik lagi.
Sekali lagi, Selamat Natal bagi yang merayakan. Bagi yang tidak, semoga selamat setiap hari.