NEBENG dong…

si wahyu 010si wahyu 012si wahyu 013

Berhubung cuaca di siang menjelang sore sering hujan lagi. Saya jadi urung menggunakan sepeda untuk berkeliling Bandung. Walhasil saya memilih untuk menebeng dan mengangkot.

Beruntunglah saya punya teman seperti Panji dan Wahyu. Mereka berdua punya kendaraan bermotor. Ga bagus-bagus amat memang motornya, si Wahyu pake motor Vespa sedangkan si Panji motor bebek nggak layak mejeng.

Meskipun begitu, mereka berdua adalah orang yang baik hati karena tidak segan-segan memberikan tumpangan gratis. Wujud kebaikan hati mereka tercermin dari helm cadangan yang selalu nyantol menemani kisah perjalanannya.

Pacar aja nggak punya, tapi mau aja repot-repot bawa helm cadangan. Nggak bagus-bagus amat juga helmnya, setidaknya memenuhi standar yang ditentukan pak Polisi (meskipun tanpa SNI). Jelek dikit tak mengapa, yang nebeng nggak usah banyak protes deh.

Sejak kapan Wahyu selalu membawa helm dua. Dia mengatakan selalu membawa helm dua sejak ia mulai menggunakan sepeda motor. Baik itu motor Vespa atau motor sebelumnya milik bapaknya. Meskipun Wahyu memiliki sepeda motor untuk menunjang rutinitas kampus, kini Wahyu juga tak segan untuk menggunakan sepeda gowes setelah mendapat pinjaman dari tantenya. Sekedar berkeliling di lokasi yang dekat-dekat.

Entah disadari atau tidak, kebiasaan mereka yang selalu membawa helm cadangan justru memberikan dampak positif, baik untuk temannya dan juga untuk lingkungannya.

Lah apa pula hubungannya dengan lingkungan. Menurut sumber sebuah buku Hidup Hirau Hijau,

setiap kilometernya, sepeda motor menghasilkan karbon sebanyak 80 gram

Jadi, jika kita berkendara sepeda motor berdua (sesuai kapasitas yang ditentukan) maka beban karbon setiap orangnya adalah 40 gram. Sedikit lebih baik bila dibandingkan dengan orang yang menggunakan mobil pribadi benar-benar untuk pribadi (sendiri) yang menghasilkan karbon sebanyak 230 gram setiap kilometernya. Tapi lebih bagusnya lagi jika kita bisa mengurangi/sama sekali tidak menghasilkan jejak karbon.

Bayangkan saja jika setiap harinya saya harus kuliah di kampus yang jaraknya 21 kilometer dari kota Bandung dengan menggunakan sepeda motor seorang diri. Maka jumlah karbon yang saya hasilkan setiap harinya adalah kurang lebih 3360 gram atau setara dengan 3,3 kg. Dan jika saya kuliah 5 hari dalam seminggu, maka jumlah total karbon yang saya hasilkan dalam sebulan adalah 67 kg. Itu baru kuliah doang, belum ditambah dengan kegiatan wara-wiri sekedar hangout atau mengantar pacar pulang ke rumahnya di waktu malam minggu.

Jika dalam setahun maka kira-kira jumlah karbon yang dihasilkan adalah….. 858 kg (mohon dikoreksi jika saya salah menghitung). Besarnya angka tersebut hanya untuk satu kegiatan saja yaitu kuliah. Mungkin sebagian orang tidak melakukan aktivitas seperti yang saya maksud yang menghabiskan jarak sekitar 21 km. Tapi anda bisa mulai menghitung jumlah karbon yang setiap harinya anda hasilkan.

Lalu fakta berikutnya adalah, kemampuan satu buah pohon untuk mereduksi karbon yang ada. Dari sebuah artikel yang saya dapat (http://www.csrindonesia.com/data/articles/20080208123222-a.pdf), sebuah pohon dalam satu daur hidupnya dapat menghisap karbon sebanyak 1 ton.

Satu ton itu sama dengan 1000 kg. Dalam satu daur hidup si pohon. Berapa lama sih si pohon bisa bertahan hidup? 10 tahun, 20 tahun, 30 atau 100 tahun?

Maka bisa dikatakan satu buah pohon itu sama dengan satu tahun jejak karbon yang kita hasilkan. Dan kualitas hidup manusia biasanya hingga 50 tahun (bahkan lebih). Jadi apakah sebaiknya setiap tahunnya kita harus menanam? Jika memang bisa untuk dilakukan dan diagendakan, kenapa tidak.

Pada kenyataannya, jejak karbon yang dihasilkan setiap manusia tidak hanya bersumber dari kendaraan semata. Hampir semua aktivitas yang dilakukan menghasilkan karbon.

Dari tadi kita bicara karbon, ada apa sih dengan karbon?

Silakan di googling saja tentang karbon. Pasti banyak kok sumber tulisan yang membahas karbon dari asal muasal hingga akibatnya.

Setelah berpanjang lebar membahas tentang karbon, apa benang merahnya dengan menebeng?

Menebeng memang bukanlah solusi final untuk menyelamatkan bumi. Tapi sebuah tindakan kecil untuk mengurangi jumlah karbon yang dihasilkan oleh setiap orang. Apakah memilih untuk menebeng, menggunakan transportasi publik atau kendaraan bebas polusi, semuanya bisa dilakukan dengan kesadaran tinggi sebagai upaya mengurangi jejak karbon yang dihasilkan.

Bagi yang punya kendaraan pribadi, jangan pelit untuk berbagi kursi. Hitung-hitung berbagi karbon.

Ternyata nebeng itu ada manfaatnya.

Sering-sering aja nebeng… hehehehehe

Salam Acuh

Save the Empty Seat, Selamatkan Jok Kosong

Semua orang tahu klo semua kendaraan berbahan bakar minyak itu menghasilkan polusi. Dan semua -sebagian- orang juga tahu klo polusi udara itu menghasilkan emisi karbon yang pada akhirnya menyebabkan efek rumah kaca. Lalu kita harus bagaimana?
Kembali bersepeda! Saya yakin tidak semua orang bisa untuk cukup bijak melakukan hal tersebut. Apalagi untuk sekedar bike to work/school yang menurutnya mustahil karena jarak yang memisahkan antara rumah dan tempat kerja/sekolah terlampau jauh. Belum lagi dengan orang-orang yang dituntut untuk mobilitas yang sangat cepat dan tepat waktu (kurir dan delivery order).

Jadi pada akhirnya kita sebenarnya belum bisa menghentikan emisi karbon kendaraan selama kebutuhan mobilitas tepat waktu manusia belum terganti dengan yang benar-benar ramah lingkungan.
Jangan berkecil hati. Meskipun belum bisa menghentikan seutuhnya, kita masih bisa untuk menguranginya. Menguranginya itu lebih baik ketimbang terus menambahnya tanpa kita sadar kalau semua itu sudah di ambang batas.

Lalu apa saja yang bisa kita lakukan? Hm, the first thing you should do is kurangi penggunaan kendaraan bermotor. Tujuh hari dalam seminggu satu harinya hari bebas berkendara. Kenapa tidak. Ke warung ya jalan kaki dong. Inget kata Indy Barends berjalan 10.000 langkah setiap hari untuk mencegah osteoporosis. Bersepeda klo jaraknya sedikit jauh untuk ditempuh dengan jalan kaki.

Yang kedua, isi angin pada ban. Tekanan ban kurang 0,5 bar dari tekanan normal akan meningkatkan penggunaan bahan bakar sebesar 5%. Intinya biar ga boros bbm.

Ketiga, ngangkot. Naik angkot, naik bus dan sarana transportasi publik lainnya. Kendaraan-kendaraan tersebut di desain dan dibuat untuk dapat menampung manusia dalam jumlah yang cukup banyak. Namun kenyataanya, kendaraan-kendaraan itu berseliweran membawa kursi kosong karena kita lebih bangga membawa kendaraan pribadi. Hari gini masih ngangkot? Mau taro dimana tuh muka!! Hahaha. Dengan mengangkot bukan hanya mengurangi beban emisi karbon, tapi juga mengurangi beban ekonomi si supir. Walau terkadang kita mengutuk dalam hati dan mengurut dada karena ulah si supir yang ugal-ugalan.
Klo ogah sama opsi ketiga, maka opsi keempat adalah nebeng. Ga salah nih? Kenapa nggak! Tentunya menebeng sama orang yang kita kenal.
Hampir sama dengan opsi yang ketiga, dengan menebeng setidaknya kita mencoba mengisi jok-jok kursi yang kosong.

Berapa banyak motor dan mobil yang hilir mudik hanya diisi oleh si pengendara saja. Bukankah itu sebuah pembuangan energi yang sia-sia.
Bila saja setiap orang harus menanggung karbon yang dihasilkannya, maka beban karbon sebuah mobil/motor harus ditanggung seorang diri. Dan beban karbon itu akan jauh lebih kecil apabila kursi-kursi kosong itu terisi semua.

Namun entah kenapa, memberikan tebengan itu sepertinya sulit sekali untuk dilakukan (khusus untuk motor). Pasti ada aja alasan untuk menolak, salah satunya adalah ga bawa/punya helm tambahan. Ujung-ujungnya takut dirazia polisi.

Klo saja tidak ada kebijakan mengenai helm standar, saya yakin budaya nebeng akan terus lestari hingga saat ini. Tapi mau gimana lagi, kebijakan tersebut bukan sekedar cuap-cuap sambal. Itu semua semata untuk mengurangi resiko dari kecelakaan.

Jika anda adalah seorang tukang nebeng sejati, maka setidaknya anda harus membeli helm pribadi. Dan jika anda seorang pengendara baik hati, maka menyediakan helm tambahan sangat disarankan sekali.
Nah, dari keempat opsi di atas tentunya bukanlah sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Tinggal kemauan dari kita untuk memulai sedikit demi sedikit, lebih baik berbuat daripada tidak sama sekali.

Ayo kita nebeng untuk menyelamatkan jok-jok kosong.