Semenjak kepulangan saya dari sulawesi terutama Pusat Rehabilitasi Satwa Tasikoki, saya masih terinspirasi untuk berbuat banyak bagi satwa satwa liar dilindungi yang nasibnya tidak beruntung. Dan selama candra maret, saya memutuskan untuk terlibat kembali bersama satwa satwa yang ada di Jawa Barat (khususnya primata) sebagai sukarelawan.
Tidak jauh dari rumah ibu saya di kawasan Kabupaten Bandung, tepatnya di daerah Ciwidey telah berdiri sebuah pusat rehabilitasi yang dikhususkan untuk primata jawa. Tempat rehabilitasi satwa yang memiliki nama Pusat Rehabilitasi Primata Jawa (PRPJ) ini baru saja didirikan dan diresmikan setahun yang lalu.

Hingga saat ini, PRPJ sudah menampung primata seperti Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata) dan Lutung Jawa (Trachypitecus auratus).
Semua primata tersebut berasal dari penyitaan yang dilakukan oleh pihak yang berwenang yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam terhadap masyarakat yang diketahui menyimpan/memelihara primata. Kasus primata yang dipelihara lebih umum terjadi di Jawa Barat. Dan kebanyakan dari pemelihara primata memang tidak banyak mendapatkan informasi bahwa jenis primata yang ada di pulau Jawa Barat dilindungi secara hukum.
Ke depannya, tentu saja primata primata yang ada di PRPJ diproyeksikan akan dikembalikan ke habitatnya yang terjamin dari segala ancaman perburuan liar. Namun itu juga bila catatan kesehatan satwa masuk dalam kategori sehat.
Primata yang sehat tentu saja tidak memiliki riwayat penyakit yang berbahaya seperti TBC, Hepatitis A, Hepatitis B, CRV, dan juga penyakit penyakit lainnya yang berpotensi bisa ditularkan ke primata lainnya yang ada di alam.
Primata yang dipelihara rentan mengalami zoonosis, yaitu suatu penyakit yang ditularkan oleh manusia. Begitu pula dengan manusia yang memeliharanya. Hal tersebut mudah terjadi mengingat kedekatan genetika antara manusia dan primata non-manusia.
Banyak dari primata primata yang masuk PRPJ memiliki catatan medis buruk sehingga upaya pelepasliaran sulit untuk dilakukan.
Hal tersebut menjadi tantangan bagi dunia konservasi satwa. Maka dipandang perlu untuk melakukan sebuah riset mengenai penyakit pada primata yang ada di alam. Upaya riset ini tengah dilakukan oleh tim PRPJ yang mengambil contoh sampel dari Owa Jawa di alam untuk diuji kandungan penyakitnya. Namun, hasil uji klinis laboratorium belum bisa dilakukan di dalam negeri. Sedangkan untuk pengiriman sampel masih tertunda dalam proses.
Sebagai sukarelawan yang tentu saja bekerja dengan sukarela, saya membantu beberapa program yang ada di PRPJ. Koordinator animal keeper/perawat satwa Sigit Ibrahim menugaskan saya untuk mengamati perilaku Owa Jawa yang sedang dalam proses penjodohan.
Tugas ini dirasa penting mengingat bahwa Owa adalah satwa yang monogami (satu pasangan seumur hidup), sehingga mereka tentu tidak akan asal memilih pasangannya. Dan bila proses penjodohan ini berhasil, maka ketika sepasang Owa tersebut dilepasliarkan, potensi untuk berkembangbiak akan lebih besar ketimbang mereka mencari pasangannya sendiri di hutan.
Dan inilah yang saya lakukan. Duduk manis di salah satu sudut kandang, mencatat setiap interaksi yang dilakukan.
Jangan bilang ini membosankan 🙂

Open Top Enclosure. Taman bermain untuk Owa yang memberi kebebasan dalam bergerak-berayun seperti di hutan aslinya.

Sinar matahari dimanfaatkan oleh Owa Jawa untuk menjemur diri dari suhu dingin pegunungan di kawasan PRPJ
Menyukai ini:
Suka Memuat...