Telan-Jang di Malam Jumat (Kliwon)

Ketika hari sudah menunjuk pada kamis, dan kalender jawa mengatakan kliwon maka dipastikan bahwa malam tersebut adalah malam teramai di Leuweung Sancang.

Seperti tanggal 28 oktober 2010 lalu. Lonjakan jumlah peziarah naik hampir 10x lipat dari kunjungan di hari biasa. Dari H-2 hingga hari H, peziarah mulai berdatangan. Sendirian, bahkan rombongan.

Kehadiran malam jumat kliwon menjadi berkah tersendiri bagi pelaku jasa. Hampir setiap warga desa yang punya motor beralih peran menjadi tukang ojek. Motor pun berseliweran keluar masuk mengantar peziarah ke lokasi yang keramat.

Peziarah yang datang dari berbagai kota di Jawa Barat dan juga provinsi lain umumnya tidak mau melewatkan ritual mandi di air terjun Cikajayaan. Menjelang malam semuanya berkumpul di situ dan menunggu giliran untuk mandi.

Tua muda laki perempuan tak segan untuk bertelanjang dada. Boro-boro malu, yang penting mandi dengan air keramat, dapat berkat, pulang ga melarat. Begitulah.

Sebagian dari peziarah ada yang langsung kembali pulang setelah mandi dan sedikit ritual kemistisan, dan ada juga yang meneruskan menginap 2-3 hari sambil menikmati akhir pekan dengan upacara yang tak kalah mistis. Setelah 42 hari berlalu, mereka kembali lagi. Melaksanakan ritualnya kembali. Layaknya makan di restoran.

Yang Mistis Itu Orangnya

Pernah nonton film-film horor? Atau film-film yang dibintangi alm Suzanna. Suka lihat tayangan televisi uji keberanian di tempat seram? Pernah lihat aksi para pemburu hantu dengan botol ajaibnya?

Coba perhatikan dengan seksama ketiga contoh kasus di atas. Siapa coba boga lakon utamanya? Bukan artis, bukan presenter, bukan pula orang biasa yang diiming-imingi uang, tapi seorang yang tampak alim dengan tasbih dan sorban atau baju koko dan peci yang sangat mencirikan sekali bahwa setidaknya beliau adalah seorang pemuka agama, atau orang yang paham agama. Tidak usah saya sebut, pasti kebayang kan.

Masih sedikit nyambung dengan postingan sebelumnya tentang “nikah batin”. Rekan saya waktu itu mengatakan bahwa akan sulit sekali bagi si ibu yang melaksanakannya mendapatkan iham/ petunjuk dari sang gaib. Kenapa bisa begitu? Tak lain karena keyakinan si ibu yang berbeda dengan kami.

Beliau seorang katolik. (tidak ada maksud SARA dalam tulisan ini)

Pernyataannya itu membuat saya sedikit kesal, malu dan berpikir bahwa sesuatu yang berhubungan dengan kemistikan atau hal-hal yang cenderung “gaib” adalah milik keyakinan kami. Sungguh amat dangkal sekali.

Saya tidak menampik tentang keberadaan dunia gaib, tapi hal tersebut bukan berarti mencirikan tingkah laku salah satu keyakinan. Sesuatu yang berbau mistik bukan berasal dari agama, tapi dari budaya. Budaya lah yang membawa kita kepada nilai-nilai kekeramatan. Budaya yang membuat kita percaya bahwa keris, makam, pohon beringin terisi oleh sesuatu yang harus dihormati.

Berbondong-bondong orang datang ke tempat keramat dengan alasan “ziarah”. Lalu apa motifnya? Sekedar mendoakan atau ada keinginan yang ingin terpenuhi. Mendoakan siapa? Mendoakan dirinya sendiri atau mendoakan si penghuni tempat keramat. Bingung kan.

Dengan menyembah kepada sesuatu yang kita anggap keramat sama saja dengan Menuhankannya. Lantas apa bedanya dengan kaum-kaum Jahiliyah pada jaman Nabi Ibrahim.

Sungguh sangat menyedihkan bila keyakinan ini terus disangkutpautkan dengan hal-hal mistis. Setiap keyakinan pastinya mengajarkan kebaikan bagi umatnya. Dan ajaran kebaikan ini akan menuntun manusia untuk hidup lebih baik setiap hari.

Jadi yang mistik itu adalah orangnya, bukan keyakinannya.

-Manusia bodoh yang terjebak di antara dua dunia, dunia mistik dan dunia modern. Bingung mencari jati diri.-