Sehari Berbagi Inspirasi

DSC_0135[1]

Kalau diingat ingat lagi apa cita cita saya sewaktu kecil, hampir pasti jawaban saya mudah ditebak. Waktu itu saya cita citanya jadi insiyur, pengaruh sinetron si Doel. Padahal saya ga tahu kerjaan insinyur itu seperti apa. Pun dengan teman teman sebaya waktu itu, jawaban mereka juga tidak jauh dari profesi pada umumnya seperti Dokter, ABRI, Polisi.

Terus sekarang saya jadi apa?

Siapa juga yang menyangka jika bidang pekerjaan yang saya minati saat ini justru bergelut di dunia permonyetan. Tentu saja, sewaktu saya kecil boro boro tahu ada profesi macam begini. Yang ada mungkin malah ditertawakan karena saya mirip sama Tarzan dan berteman dengan Cheetah si kera simpanse.

Meski memori masa kecil saya sudah berpuluh puluh tahun lamanya, nyatanya cita cita seorang anak masih saja terbatas pada profesi yang itu itu saja. Kenapa coba? Padahal dunia arus informasi sudah semakin terbuka luas. Apakah guru guru kita kurang kreatif mengenalkan profesi, atau orangtuanya yang justru melihat sukses itu ada pada profesi profesi tersebut.

DSC_0139[1]

Tapi sepertinya hal itu akan segera berubah. Semenjak negara api menyerang muncul gerakan Kelas Inspirasi, sebuah program yang masih berinisiasi dengan Indonesia Mengajar, beragam macam orang muncul ke permukaan untuk membagikan ceritanya membuka wawasan anak anak untuk mengenal lebih banyak profesi yang mendekatkan mereka dan menjadi figur teladan.

Saya, jelas saja saya juga tidak mau ketinggalan untuk menjadi bagian sebagai kakak keren abad dua satu yang menjadi inspirasi bagi anak anak muda kekinian. Di antara sekian ratusan pendaftar yang ingin menjadi relawan pengajar sehari di kegiatan Kelas Inspirasi, saya terpilih dengan pertimbangan profil, profesi dan essay yang saya kirimkan.

Saya tidak menyangka. Soalnya essay yang saya kirimkan sepertinya tidak layak baca. Ngaco malah. Mungkin panitia KI terkesan dengan kengacoan saya.

Singkat cerita, dari ratusan pendaftar akhirnya dibentuk menjadi beberapa kelompok dan mendapat penugasan pada sekolah yang sudah ditentukan. Saya kebagian kelompok 15 yang terdiri dari 14 orang inspirator dan seorang fasilitator, dan ditugaskan di SDN Kedung Waringin yang berlokasi di kota Bogor.

Rekan rekan inspirator di kelompok saya punya beragam profesi. Ada wiraswasta mie ayam, perbankan, penyiar, dokter, periklanan, pelayaran, dosen, sonografer, perancang logo, trainer, dan fotografer. Mereka luar biasa.

IMG-20151109-WA0003[1]

Pada hari Inspirasi yang sudah ditentukan dan bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda, kami mulai menjalankan misi menjadi pengajar sehari di sekolah. Setiap inspirator mendapat jatah untuk mengajar di tiga kelas berbeda. Saya sendiri kebagian mengajar kelas 1, 3 dan 5.

Dengan perlengkapan dan properti yang sengaja dibuat khusus untuk kegiatan KI saya mencoba menerangkan profesi saya. Saya mencoba mengajarkan mereka menjadi pengamat/peneliti monyet di hutan dengan menggunakan teropong dan beberapa objek gambar primata yang ditaruh sembarang. Satu teropong untuk satu kelas jelas membuat suasana menjadi keos, karena semuanya berebut ingin mencoba.

Saya kewalahan. Menjadi seorang pengajar di SD itu butuh energi ekstra yang tiada habisnya. Berbicara setengah jam saja saya sudah seperti kehilangan suara. Apalagi ibu bapak guru yang mengajar 6 hari seminggu. Sepertinya mereka harus kontrol rutin ke dokter THT.

Satu hal yang saya pelajari. Setiap tingkatan kelas mempunyai dinamika yang berbeda. Misal, anak anak kelas 1 cenderung pasif dan sulit memahami. Anak kelas 3 cenderung aktif dan sulit untuk diatur. Anak kelas 5 cenderung tertib dan interaktif. Namun semuanya lebih senang bermain daripada mendengarkan penjelasan yang panjang lebar. Dan jangan heran jika ada anak yang menangis atau berantem sesama temannya. Namanya juga anak anak.

Di akhir kegiatan, semua anak anak menuliskan cita citanya pada selembar kertas dan ditempelkan pada sebuah figura yang sudah kami sediakan. Figura itu nantinya akan dipajang di dinding kelas sebagai pengingat mereka untuk berusaha meraih cita citanya. Dan setelah saya perhatikan, tidak ada yang menulis ingin seperti kak Ung. Baiklah tak mengapa. Mungkin mereka belum insyaf kalau saya ini adalah orang keren abad duapuluh satu. Setidaknya mereka akan selalu mengenang saya sebagai Kakak Tonji Tonji, hehehe..

DSC_0146[1]

DSC_0150[1]

Oia dan tak lupa kami berfoto bersama di lapangan yang sangat terik menyengat bagai dilanda rindu berkepanjangan (maksudnya pengen cepet pulang).

DSC_0157[1]

catatan:
Tentu saja saya belum puas dengan apa yang sudah saya lakukan. Saya kurang persiapan sehingga banyak kecolongan di sana sini pada saat memberikan materi. Jika masih ada kesempatan, saya akan mendaftar lagi dan berharap bisa memberikan yang terbaik. Sampe ada yang menulis,
“Ingin seperti Kak Ung yang keren”
Smile