Save the Empty Seat, Selamatkan Jok Kosong

Semua orang tahu klo semua kendaraan berbahan bakar minyak itu menghasilkan polusi. Dan semua -sebagian- orang juga tahu klo polusi udara itu menghasilkan emisi karbon yang pada akhirnya menyebabkan efek rumah kaca. Lalu kita harus bagaimana?
Kembali bersepeda! Saya yakin tidak semua orang bisa untuk cukup bijak melakukan hal tersebut. Apalagi untuk sekedar bike to work/school yang menurutnya mustahil karena jarak yang memisahkan antara rumah dan tempat kerja/sekolah terlampau jauh. Belum lagi dengan orang-orang yang dituntut untuk mobilitas yang sangat cepat dan tepat waktu (kurir dan delivery order).

Jadi pada akhirnya kita sebenarnya belum bisa menghentikan emisi karbon kendaraan selama kebutuhan mobilitas tepat waktu manusia belum terganti dengan yang benar-benar ramah lingkungan.
Jangan berkecil hati. Meskipun belum bisa menghentikan seutuhnya, kita masih bisa untuk menguranginya. Menguranginya itu lebih baik ketimbang terus menambahnya tanpa kita sadar kalau semua itu sudah di ambang batas.

Lalu apa saja yang bisa kita lakukan? Hm, the first thing you should do is kurangi penggunaan kendaraan bermotor. Tujuh hari dalam seminggu satu harinya hari bebas berkendara. Kenapa tidak. Ke warung ya jalan kaki dong. Inget kata Indy Barends berjalan 10.000 langkah setiap hari untuk mencegah osteoporosis. Bersepeda klo jaraknya sedikit jauh untuk ditempuh dengan jalan kaki.

Yang kedua, isi angin pada ban. Tekanan ban kurang 0,5 bar dari tekanan normal akan meningkatkan penggunaan bahan bakar sebesar 5%. Intinya biar ga boros bbm.

Ketiga, ngangkot. Naik angkot, naik bus dan sarana transportasi publik lainnya. Kendaraan-kendaraan tersebut di desain dan dibuat untuk dapat menampung manusia dalam jumlah yang cukup banyak. Namun kenyataanya, kendaraan-kendaraan itu berseliweran membawa kursi kosong karena kita lebih bangga membawa kendaraan pribadi. Hari gini masih ngangkot? Mau taro dimana tuh muka!! Hahaha. Dengan mengangkot bukan hanya mengurangi beban emisi karbon, tapi juga mengurangi beban ekonomi si supir. Walau terkadang kita mengutuk dalam hati dan mengurut dada karena ulah si supir yang ugal-ugalan.
Klo ogah sama opsi ketiga, maka opsi keempat adalah nebeng. Ga salah nih? Kenapa nggak! Tentunya menebeng sama orang yang kita kenal.
Hampir sama dengan opsi yang ketiga, dengan menebeng setidaknya kita mencoba mengisi jok-jok kursi yang kosong.

Berapa banyak motor dan mobil yang hilir mudik hanya diisi oleh si pengendara saja. Bukankah itu sebuah pembuangan energi yang sia-sia.
Bila saja setiap orang harus menanggung karbon yang dihasilkannya, maka beban karbon sebuah mobil/motor harus ditanggung seorang diri. Dan beban karbon itu akan jauh lebih kecil apabila kursi-kursi kosong itu terisi semua.

Namun entah kenapa, memberikan tebengan itu sepertinya sulit sekali untuk dilakukan (khusus untuk motor). Pasti ada aja alasan untuk menolak, salah satunya adalah ga bawa/punya helm tambahan. Ujung-ujungnya takut dirazia polisi.

Klo saja tidak ada kebijakan mengenai helm standar, saya yakin budaya nebeng akan terus lestari hingga saat ini. Tapi mau gimana lagi, kebijakan tersebut bukan sekedar cuap-cuap sambal. Itu semua semata untuk mengurangi resiko dari kecelakaan.

Jika anda adalah seorang tukang nebeng sejati, maka setidaknya anda harus membeli helm pribadi. Dan jika anda seorang pengendara baik hati, maka menyediakan helm tambahan sangat disarankan sekali.
Nah, dari keempat opsi di atas tentunya bukanlah sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Tinggal kemauan dari kita untuk memulai sedikit demi sedikit, lebih baik berbuat daripada tidak sama sekali.

Ayo kita nebeng untuk menyelamatkan jok-jok kosong.