Saya ingin sekali menyangkal bahwa saya tidak sama dengan ibu saya. Nyatanya, saya sama saja.
Kami sama-sama perantau. Berani menginjakkan kaki di tanah baru, orang-orang baru, kehidupan baru, melewati waktu yang baru. Bahkan situasi penuh tantangan yang pantang untuk kembali hingga tercapai tujuannya.
Saya pikir saya keluar dari pakem keseharian di rumah. Ternyata saya malah mengikuti jejak ibu saya sendiri. Berkelana. Entah sampai ujung Indonesia yang mana. Entah sampai batas waktu yang mana. Entah sampai berapa banyak orang mempertanyakan keberadaan saya.
Jika memang takdir itu sudah dituliskan, maka saya mewarisi takdir yang sudah turun-temurun ada pada garis ibu saya.
Saya, sama saja seperti ibu saya sendiri. Di seperempat abad hidupnya.
-untuk ibu
may goodness bless her soul. :’)