Another side story dari obrolanku dengan Pak Dargan.
Usai diskusi ringan tentang Taman Kota. Pak Dargan kembali bertanya kepada saya.
“Wah namanya sama dengan cucu bapak, namanya Kholifah Agung.” Ucapnya menerangkan setelah tahu namaku.
“Nama lengkap kamu apa?” tanyanya ingin tahu.
“Ismail Agung Rusma Dipraja.” Jawabku. Dua kata dibelakang jarang sekali saya pakai, meskipun tercantum dalam KTP.
“Wah bagus banget namanya.” Balasnya.
“Masa sih Pak.” Aku tak percaya.
“Nama asli saya memang Agung, Ismail itu nama kakek bapak saya, Rusma itu nama bapak saya, sedangkan Dipraja mungkin kakek buyut.” Jelasku menjabarkan tentang asal-usul namaku.
“Sedangkan Agung dipilih karena saya lahir pada bulan Rayagung, dua hari setelah Idul Adha.” Tambahku.
“Iya namanya bagus, apalagi itu Dipraja-nya. Kamu pasti ada hubungan dengan Raden!”
Sungguh saya tidak tahu, apakah maksud dari nama Dipraja itu seperti yang Pak Dargan sampaikan. Saya sendiri tidak banyak tahu tentang cerita kakek buyut apalagi jika ada kaitannya dengan Raden, lagipula saya orang Sunda, bukan orang Jawa.
Apapun maknanya, nama itu memang sangat bagus sekali. Di keluargaku hanya ada dua Dipraja, yaitu saya dan keponakan laki-laki dari kakak perempuan ku. Itu juga si bapak yang mengusulkan memberikan nama Dipraja.
Pak Darga memang bukan orang biasa. Entah kenapa dia tiba-tiba bertanya tentang hari kelahiranku.
Karena aku memang hapal betul hari kelahiranku, aku langsung saja menjawab Rabu.
Aku lahir tepat hari Rabu dini hari. Begitu kata ibuku.
Sejenak Pak Dargan diam dan memperhatikanku dengan seksama.
“Saya bisa menilai kepribadian seseorang dari hari lahirnya,” tiba-tiba saja ia berucap.
“Kamu pasti orangnya suka cepet emosian yah?”
Setengah tak percaya saya menjawabnya iya. Bagaimana beliau bisa tahu bahwa saya memang orang yang cenderung mudah meluapkan emosi (emosi bukan berarti marah-marah, pengungkapan ekspresi jiwa yang tidak stabil)
“Tapi cepet turun juga dan melupakannya.”
Lagi-lagi pernyataannya benar. Saya hanya bisa bilang,
“ya, saya memang mudah sekali emosian.”
“Kamu orangnya mudah kasian sama orang lain ya?”
Mungkin maksudnya adalah saya orang yang mudah bersimpati terhadap perasaan orang lain. Jika dikaitkan dengan apa yang saya lakukan beberapa bulan yang lalu, mungkin apa yang dimaksud Pak Dargan ada benarnya. Kurang lebih selama dua bulan saya menjadi relawan gempa, dan di waktu itu juga saya merelakan tabungan saya dengan jumlah yang tidak sedikit dipinjam untuk membantu biaya perkawinan teman saya. Semua itu spontanitas, tidak berpikir panjang mengenai apa dampak terburuk yang mungkin akan saya alami.
“Kamu tuh mudah bersosialisasi dengan orang-orang baru juga.”
Ini sih jangan ditanya pak. Klo saya sulit bersosialisasi, belum tentu percakapan ini ada.
“Kamu penuh dengan masalah, dan tetap tabah.”
Untuk yang satu ini saya sangat kesulitan untuk menjawabnya. Bukan karena pernyataannya yang salah. Apa yang dia kira memang benar adanya. Semua permasalahan itu datang, terus menerus, membayangi, membuatku terkadang berpikir untuk mati.
Untungnya saja saya cukup pengecut untuk menghadapi kematian yang selalu meracuni pikiran sehat.
Aku tak tahu harus bilang apa. Aku tak tahu apa yang bisa membuatku bertahan. Hingga saat ini.
Saya bukan orang yang beriman, bahkan Tuhan pun tahu.
Di akhir pembicaraan, entah kenapa Pak Dargan memberikan nasehat yang mengingatkanku “bahwa hidup itu ada tujuan dan jalan yang ditempuh”.
“Klo kamu mau ke Jakarta, kamu mau pilih jalan yang mana? Lewat tol cipularang, lewat puncak, atau jalur lain yang penting sampai!”
“Dan ingatlah ketika Panggilan berkumandang, bergegaslah kamu. Dan bangunlah di keheningan malam, memunajatkan doa kepada Yang Kuasa. Itulah kunci untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.”
Kata-kata ini benar-benar masuk dalam hatiku yang kelam dengan kegusaran. Memberikan sedikit cahaya serta motivasi untuk menjalani hidup lebih tabah.
Dan pembicaraan ini pun berakhir dengan sebuah salam dan selamat yang kusampaikan padanya dan berlalu meninggalkan kesejukkan Taman Balai Kota.
Pak Dargan, terimakasih.
Ditulis di BEC, saat gemuruh langit merenungkan kota Bandung dan mengajakku menitikan air mata.
ya ampun kang ung ung…(aku mo komentar apa ya???) 😀
smangat deh kang…btw…maenan barunya cocok dong buat tipe kepribadian kang ung yang mudah meluapkan emooosssiii…he he
Yup semangat!! Mau bagaimana pun tetap menjalani hidup ini, meski aral melintang kutang melayang… Hehehe meskipun sedang bersedih, wajah tetap tersenyum. Betul ga?
dasar kang ung!!pake melayang segala!!ngomong2 soal semangat..anggota dewan kita lagi pada semangat tawuran tuh kang…ikutan nyuuukkk..biar tambah semangat, 😀
What’s!! dasar anggota dewan… memberi contoh yang tidak layak bagi bangsa ini… mau jadi apa bangsa kita nanti klo pemimpinnya doyan ribut-ribut.
Sekalian aja bikin opera van dewan, biar bisa pukul-pukulan. [
nanti waktu ada adegan pukul-pukulan ada tulisan”semua properti yang digunakan dalam adegan ini tidak membahayakan” kalo ga gitu tulisannya “jangan tiru adegan ini di rumah, hanya dilakukan oleh para ahli” he he he..gitu kan kang? kita mau jadi penonton aja ato mo jadi partisipan???pilih salah satu
saya mah penonton aja lah…. cape deh lihat debat kusir mereka yang katanya wakil rakyat tapi rakyat aja tidak terwakili.
buat Pak SBY, semoga bapak diberi ketabahan…
tidak mudah menjadi presiden, jangankan bapak. saya sendiri aja tidak mudah menjadi seorang Ismail Agung Rusma Dipraja
itu makna hari rabu ya..
kita sama-sama lahir hari rabu ternyata…(^_^)
beda seminggu
Love this, sesama Rabu People kita ganti Rabu Ceria