Pencinta Ulung

Pencinta Ulung

Apa jadinya bila dunia ini hanyalah homonim.

Ga seru kali ya. Sering kali kita menemukan padanan kata yang saling bertentangan, ya seperti siang dan malam, pagi sore, matahari bulan, pria wanita, adam hawa, kaya miskin, tinggi pendek, kawan lawan, dmbl (dan masih banyak lagi).

Meskipun disebut pertentangan justru kedua kata tersebut adalah sebuah pasangan yang romantis. Bayangkan saja jika matahari tak pernah mengejar bulan. Atau si bulan tak pernah jual mahal sama si matahari. Mungkin dunia ini bisa dikatakan monoton.

Begitu juga bila tak ada Adam dan Hawa yang turun ke muka bumi dan saling bertemu. Mungkin tak pernah ada dia, dia, dia, dan ehem dia…

Ini adalah kisah si Tono dan si Tini. Dua remaja yang saling tertarik satu sama lain. Sayangnya mereka berdua adalah orang yang pemalu, pendiam, tak dapat berkata-kata bahkan berpaling jika mata mereka saling beradu pandang.

Mereka berdua tahu bahwa mereka saling suka. Dari senyum-senyum kecil saat bertatapan. Tingkah polah tak jelas bila berhadapan. Dan terbujur kaku ketika ingin mengucapkan “selamat pagi”.

Di dalam kamarnya, Tono selalu saja melamunkan Tini. Sulit tidur ia dibuatnya.

Sedangkan Tini, ia sibuk mencorat-coret buku hariannya dan tertawa kecil sendiri membayangkan kejadian-kejadian tadi pagi saat bertemu Tono.

Dalam kegundahannya, tiba-tiba Tono sangat bersemangat sekali untuk menyapanya esok. Ya menyapa, bukan sekedar berpura-pura meminjam pulpen kepada teman sebangku Tini hanya untuk menghampiri namun tertunduk malu.

Besok pagi Tono akan menyapa Tini sebelum ia masuk kelas.

Dan Tini tertidur pulas, tanpa tahu apa yang akan terjadi besok.

Nahas bagi Tono. Ia bangun kesiangan dan terlambat sampai di sekolah. Semalam ia terlalu sibuk berpikir bagaimana cara menyapa Tini, hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi.

Dan Tini, gadis teladan selalu tepat waktu 30 menit sebelum bel berbunyi.

Tono cemas. Ia berpikir untuk membatalkan saja niatnya hari ini dan melakukannya senin depan. Menurutnya senin adalah hari istimewa untuk memulai sesuatu. Entah kepercayaan darimana.

Manusia memohon dan Tuhan mengabulkan.

Tanpa diduga Tini berdiri di depan pintu kelas, seakan ia tahu bahwa Tono akan mengubah hari ini menjadi istimewa.

Tono gugup. Terkejut. Ternyata kesempatan itu selalu ada. Terbata-bata Tono mengucapkan,

“Se… la.. mat Pa… di!!” sapa Tono gugup, salah pula sambil tersenyum garing sendiri.

Tini kaget. Ini pertama kalinya Tono menyapanya. Tak lupa Tini membalas sapaan Tono,

“Pagi…”

Tegas Tini mengoreksi ucapan Tono, sambil tersenyum.

Senyuman Tini membuat Tono tertegun sesaat. Salah tingkah. Malu. Tapi senang. Buru-buru Tono pergi menuju bangkunya sambil tersenyum senang dan sesekali mencuri pandang kepada Tini yang sama-sama tersipu malu.

Hari senin ini, Tono telah selangkah lebih maju. Senyum pagi tadi meyakinkan Tono, bahwa Tini mempunyai rasa yang sama dengannya.

Esoknya, Tono datang lebih awal dan berani untuk menyapa terlebih dahulu…

3 tanggapan untuk “Pencinta Ulung

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s