Masak masak masak yoo!!
Seneng banget liat Farah Queen memasak di tv. Selain sajian masakannya yang mengundang selera, tentunya ada sajian lainnya yang mengundang tiiiit -kena sensor nih-. Yah pokoknya mah saya suka meremas-remas! Sponsnya, hehehe.
Program-program tv tentang memasak mulai marak kembali. Klo jaman baheula kita cuman tau-nya mas Rudy dan ibu Rose brand (lupa namanya, yang suka bikin kue-kue basah itu loh), sekarang udah muncul koki-koki baru dari yang tampang biasa-biasa aja sampai yang berotot pun banyak hadir menghiasi tampilan televisi kita. Sebut saja mbak Farah (keukeuh), mas Bara, lalu si hensem Edwin Lau, lalu ada juga abah Wiliam Wongso. Itu baru sebagian loh.
Dari sekian banyaknya nama mereka, maka semakin banyak pula hidangan menu yang selalu mereka sajikan setiap minggunya. Pastinya menggiurkan bagi siapa saja yang melihatnya -bisa dilihat tapi ga bisa dicicip-. Apalagi eceu Farah yang selalu menampilkan menu-menu ala chef, dengan logat France (dibaca: proenk).
Dari kesemua chef-chef itu mereka hampir mempunyai kesamaan yaitu, menggunakan bahan-bahan atau bumbu masak yang terdengar asing untuk telinga orang Indonesia. Terutama mas Edwin.
Entah kenapa setiap kali saya menonton atraksi mas Edwin di metro tv ataupun CTChannel selalu saja dia menampilkan menu masakan dengan bahan-bahan yang ga lazim untuk ditemukan di pasar tradisional. Harus beli di supermarket. Sebutannya sih Healthy, tapi yang namanya Healthy bukan berarti ke barat-baratan kan?
Lalu bagaimana bahan atau bumbu itu bisa ada di sini. Tentunya diimpor dong. Betul diimpor dengan apa? Dengan kendaraan, pesawat, kapal, truk, dan lain-lain. Prosesnya mungkin sangat panjang sampai-sampai kita tidak menyadari ada ribuan karbon yang dilepaskan agar kita bisa mendapatkan satu botol minyak zaitun (contoh).
Minyak zaitun memang healthy buat tubuh kita, tapi proses untuk mendapatkannya ga healthy buat bumi kita yang lagi meradang.
Solusinya bagaimana?
Act Global, Shop Local.
Negara kita bukan negara yang miskin amat untuk sumber daya alamnya. Jadi ngapain musti pake bahan-bahan imporan. Emangnya ga ada apa menu masakan Indonesia yang menyehatkan? Klo ga sehat ya dibuat sehat dong! Misal rendang bebas kolesterol, karedok dengan anti-oksidan, kupat tahu omega 3, dan lain-lain.
Dengan berbelanja di pasar, setidaknya kita telah meng-cut emisi karbon yang dihasilkan oleh proses distribusi yang sangat panjang dari barang-barang impor tersebut. Jangan sampai deh produk-produk dalam negeri kita kalah saing dan berakhir menjadi sampah yang tidak terberdayakan. Kasihan para petani kita, capek menanam bukan untung yang didapat. Yuk ah kita Act Global, Shop Local!!
NB: Tulisan ini bukan untuk memprovokasi seseorang, sekedar mengingatkan klo produk nasional kita ini kalah pamor dengan barang luar dan imbasnya berpengaruh secara sosial ekonomi dan lingkungan.
Pokoknya tetep Mbak Farah Quinn deh yang juru masak tulen. Proses ngrajang bumbu, sampe meraupnya di masukkan panci / wajan luwes banget. Kalau pemasak yang lain kan semua bumbu sudah teracik dan dimangkukkan, tinggal tuang deh. No good.
Mas Ben
http://bentoelisan.blog.com
setuju ah…. hihihi…