Relawan Gempa, Belajar Untuk Lebih Peduli

You have a text message Agung

“Gung, maneh bisa mantuan urang teu euy didieu? Urang ngan sorangan ngurus 200 barudak leutik korban gempa. Gambung ge benang gempa. Lumayan loba!”

Sebuah pesan singkat dari Sigit temanku yang berasal dari Ciwidey.

Beberapa hari yang lalu (rabu, 2 oktober), terjadi gempa  yang menguncang Jawa Barat. Bisa dibilang cukup mengejutkan juga. Apalagi gempa tersebut goncangannya lumayan besar dan terasa hingga ke beberapa kota besar dan sempat membuat kepanikan.

Aku sendiri sebenarnya tidak terlalu menyadari akan gempa yang waktu itu terasa pada sore hari. Waktu itu saya sedang dalam perjalanan menggunakan sepeda, dan tidak menyadari bahwa ada goncangan yang membuat seluruh warga Bandung berhamburan keluar dari dalam bangunan.

Sms dari memang baru saya terima satu hari setelahnya. Setelah membaca pesan darinya, saya pun merasa terpanggil untuk pergi dan membantunya disana. Tapi, saya tidak bisa langsung saja pergi kesana pada saat itu juga. Saya sudah kepalang terikat kesibukan sebagai panitia BERSALING (berbuka sambil ingat lingkungan) yang akan dilaksanakan pada hari sabtunya (5 oktober). Jadi mau nggak mau saya musti menyelesaikan tanggung jawab saya di Bersaling sebagai kakak pendamping adik-adik dari Panti Asuhan, barulah keesokan harinya saya berangkat ke Gambung Ciwidey. Begitulah janji saya pada Sigit.

Singkat cerita, usai di kegiatan BERSALING saya pun bersiap-siap untuk pergi esok ke Gambung. Sebelumnya saya juga mengajak beberapa rekan yang mungkin ada yang berminat untuk ikut membantu. Terutama sekali bila ada yang sudah berpengalaman dalam bidang penanggulangan bencana. Untunglah, dari iseng-iseng update status di facebook akhirnya ada juga yang berminat ikut.

Minggu pagi. Dengan perlengkapan seadanya saya pun berangkat ke Gambung menggunakan angkutan umum. Di perjalanan antara Ciwidey-Gambung, sebenarnya banyak sekali mobil/ kendaraan yang lalu lalang dengan stiker-stiker terpampang di kaca jendela bertuliskan “Bantuan”, “Relawan”, “Volunteer” dll. Saya pikir wah banyak juga bantuan yang datang, tapi belum ada yang secara khusus menanggani masalah anak seperti apa yang Sigit utarakan.

Sampai di Gambung saya lalu bergabung dengan rekan-rekan yang terhimpun dalam RUPIN (rumah pintar) yang nantinya menjadi basecamp dari  para Relawan anak. Di sana juga sudah datang terlebih dahulu Niki dan Faisal, relawan yang saya kenal melalui facebook. Sigit lalu menunjukkan beberapa rumah  yang lumayan rusak berat, hingga bangunan sekolah yaitu SDN GAMBUNG dan SDN CISONDARI 2 yang lumayan tidak layak huni kembali.

Lapangan bola yang berada di sebelah bangunan RUPIN pun tampak penuh dengan tenda-tenda ala kadarnya yang dibangun oleh warga yang masih panik serta trauma akan datangnya gempa susulan.

Tidak mau berlama-lama dengan rasa kaget dan sedih lalu kami duduk berembug membahas tentang apa yang akan dilakukan. Secara pribadi memang saya tidak punya pengalaman khusus dalam penangganan bencana ataupun paham tentang dua minggu tanggap darurat. Yang ada dalam pikiran saya waktu itu adalah mencoba untuk mengajak bermain anak-anak korban gempa serta mengisi waktu luang mereka dengan aktivitas yang positif sehingga tidak berlarut-larut dalam kesedihannya.

Namun akhirnya dari perbincangan tersebut muncullah beberapa yang seutamanya harus kami lakukan terlebih dahulu yaitu mengumpulkan data dari keseluruhan warga. Memang bukan hal yang mudah mengingat luas wilayah Desa Gambung yang bisa dibilang lumayan luas dan tersebar. Akan tetapi fokus utama saya dan Sigit tetaplah pada pendampingan anak-anak.

Sore itu juga Sigit langsung mengajak saya untuk ikut bermain dan berkenalan dengan adik-adik. Sebuah awal yang baik untuk perkenalan, mengingat jumlah mereka yang datang ikut bermain kurang lebih mencapai 50 orang. Beberapa hari ke belakang Sigit dan rekan-rekannya lebih sering mengajak fun games, bermain seperti bernyanyi, gerak tubuh dan permainan-permainan yang biasanya digunakan pada saat outbound. Untuk kedepannya sih saya harap tidak main itu melulu, karena kasihan ke kitanya yang akan kehabisan stok permainan.

Untuk kedepannya saya sih berharap bisa mengajak mereka membuat keterampilan-keterampilan yang mengembangkan kreatifitas. Hanya saja untuk saat ini belum bisa dilakukan karena belum ada perlengkapan yang memadai. Yah semoga saja bantuan yang nantinya akan datang nggak melulu isinya makanan dan makanan saja. Ya paling nggak ada satu set permainan ular tangga atau monopoli lah.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s