Hari sebelumnya, Wowo salah seorang teman lamaku yang kini bekerja di BSM memberikan sebuah informasi yang berharga mengenai satwa dilindungi yang dipelihara oleh seseorang di dekat kostan teman kerjanya. Untuk membuktikan info yang diberikannya, aku meminta dia untuk mengantarku ke alamat yang dimaksud. Namun sayang, hari sudah terlanjur malam. Di halaman rumah yang ia tunjukan tidak nampak satu ekor pun hewan yang dia maksud. Mungkin si pemilik memasukkannya ke dalam rumah.
Pagi ini. Entah angin apa yang membangunkanku dan menyuruhku untuk segera mengayuh sepeda ke arah BSM. Mungkin sebuah rasa penasaran yang teramat sangat untuk membuktikan sebuah informasi yang aku dapat sebelumnya. Sedikit lupa akan alamat yang ditunjukkan semalam membuatku tersesat.
Setiba di depan rumah semalam, ternyata informasi yang diberikan temanku benar adanya. Ada dua ekor primata, satu Siamang dan satunya lagi Owa Jawa. Nasib Siamang terbelenggu oleh rantai yang melilit perutnya dan diikatkan pada sebuah pohon yang lumayan rindang. Sedangkan Owa, nasibnya tidak lebih baik dari Siamang. Ia harus terkurung dalam sangkar kecil berukuran 1 x 0,5 meter persegi. Tak ada ruang luas untuknya bermain. Melihat dari perawakannya, ukuran si Owa masih lumayan kecil. Mungkin dia baru remaja, sekitar 2-3 tahunan. Sedangkan Siamang, menurutku dia sudah lumayan dewasa.
Karena pintu halamannya terbuka, aku memberanikan diri untuk masuk dan mencoba memotret mereka. Sebenarnya aku ingin lebih dekat lagi untuk memotret Owa, namun dia sepertinya merasa ketakutan dengan menghindari dan melompat kesana kemari. Baginya, mungkin aku adalah salah satu orang asing yang baru ia temui selain pemiliknya.
Sungguh menyakitkan saat aku melihat Siamang dari dekat. Rantai yang membelit perutnya seakan menyiksa. Seperti wanita-wanita Inggris yang memaksakan dirinya menggunakan korset. Entah bagaimana Siamang itu bisa bertahan dengan cekikan rantai selama ini.
Di seberang rumah ada seorang wanita paruh baya yang memperhatikan aktivitasku. Tanpa sungkan-sungkan aku bertanya kepadanya tentang siapa pemilik kedua primata tersebut. Ternyata oh ternyata dialah sang Pemilik Owa, sedangkan pemilik Siamang adalah tetangga sebelahnya. Tanpa merasa kaku aku bertanya mengenai asal usul si Owa.
Berdasarkan cerita si Ibu tersebut, Owa tersebut ia peroleh dari supirnya yang membawanya dari daerah Pameungpeuk. Owa tersebut mulai ia pelihara sejak kejadian tsunami di Pangandaran. Owa yang ia beri nama Sebo ini jarang dikeluarkan dari kandang dikarenakan kebandelannya yang selalu mengacak-acak isi rumah. Setiap hari ia memberikan makan buah-buahan seperti pisang, pepaya dan terkadang nasi yang katanya cukup disukai oleh Owa. Ketika hari menjelang malam, ia memasukkan Sebo ke dalam rumahnya, tidak menyimpannya di halaman rumah depan yang ternyata masih rumahnya juga dan kini sedang dijual. Sedangkan informasi mengenai Siamang, si Ibu kurang tahu. Sayang sekali.
Sepertinya si Ibu kurang tahu atau memahami bahwa satwa yang ia pelihara adalah hewan yang dilindungi. Sedangkan aku sendiri pun tidak punya kuasa untuk menyita. Jika harus menyelamatkannya, mungkin aku bisa meyakinkan si Ibu tersebut untuk menyerahkannya. Namun, sebuah pertanyaan besar bagiku kemana ia akan dibawa? Siapa yang seharusnya menyita? Tanggung jawab siapa? Semoga bapak-bapak di BKSDA bisa mendengar suara-suara satwa tersebut.